Selasa, 26 Mei 2015

Teori Bisnis Internasional

Sama halnya dengan ekonomi internasional, bisnis internasional juga memiliki teori-teori yang mendasari eksistensinya. Teori-teori ini muncul sejak lama dan disebabkan oleh banyak faktor, seperti semakin kuatnya negara-negara bangsa, dan hal itu mempengaruhi juga sistem perdagangan internasional. Setiap negara pasti melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya, maka dari itu muncullah teori-teori yang berdasarkan pada fenomena nyata tersebut. Teori-teori yang sejak lama telah muncul yaitu merkantilisme, teori klasik dan comparative advantage (Ajami, 2006 : 50).

            Merkantilisme, seperti yang kita tahu mendukung ekspor sebesar-besarnya dan memperkecil impor.  Penganut merkantilisme menganggap dengan ekspor sebesar-besarnya maka keuntungan juga semakin besar. Hal itu menyebabkan terjadinya monopoli dan monopoli sepenuhnya dari pemerintah. Rakyat terutama yang menjadi koloni pada masa itu merasa tersiksa, karena mereka harus memenuhi permintaan pemerintah untuk melakukan produksi sebanyak-banyaknya, dan nantinya mereka sendiri juga ikut mengkonsumsi. Selanjutnya teori klasik, yang berkaitan dengan absolute advantage. Teori ini muncul bertepatan dengan revolusi Amerika, revolusi industri dan revolusi Perancis. Teori ini yang mendukung kebebasan dalam bisnis dan perdagangan (Ajami, 2006 : 48). Smith percaya bahwa politik dan pasar harusnya terpisah, karena ada invisible hand. Sehingga pasar akan mencapai equilibrium dengan sendirinya. Namun ternyata pernyataan ini tidak mampu menjawab Great Depression yang terjadi. Kemudian Comparative Advantage, dimana suatu negara memilih salah satu produks yang efisen untuk diproduksi.
            Teori-teori awal tersebut semakin lama semakin tidak relevan dengan perekonomian internasional saat ini, karena adanya beberapa kelemahan seperti yang diungkapkan oleh Ajami (2006, 50), yaitu adanya pengetahuan yang sempurna mengenai pasar internasional dan peluang, perpindahan penuh pekerja dan faktor produksi ke luar negara dan padat karya di setiap negara. Selain itu, setiap negara beranggapan bahwa tujuan mereka adalah efisiensi produksi penuh. Ajami juga menambahkan, bahwa teori-teori yang ada hanya memberikan situasi perdagangan antara dua negara saja, padahal kenyataannya, banyak negara yang turut serta dalam perdagangan internasional, sehingga teori tersebut tidak bisa dinamis. Kemudian, kelemahan lain yang sebenarnya memiliki dampak yang lebih signifikan adalah para ahli teori ini tidak memperhitungkan faktor produksi selain pekerja, seharusnya menjadi pertimbangan dalam efisiensi produksi. Hal-hal tersebut kemudian mendukung munculnya teori-teori yang lebih modern (Ajami, 2006 : 50)
            Termasuk dalam teori-teori modern, yaitu International Product Life Cycle (PLC) dan teori Ekonomi Pembangunan. PLC lebih menekankan intrinsik suatu produk, maka tidak heran bila teori ini selalu mengutamakan inovasi. Menurut Vernon (1966 : 163), untuk menghasilkan produk yang baru dan bermanfaat dalam inovasinya, maka dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang berkualitas. Terdapat tiga tahapan dalam PLC yang menjadikan produk tersebut menuju kedewasaannya, yaitu ditemukannya produk baru oleh negara penemu ataupun negara maju, kemudian tahap kedewasaan produk oleh negara-negara berkembang biasanya, dan tahap terakhir yaitu standarisasi produk oleh negara penemu produk (Vernon, 1966 : 164).
PLC berdampak pada semakin gencarnya investasi internasional, karena negara-negara penemu produk inovatif tersebut, memiliki keinginan untuk melebarkan pasarnya secara global, selain itu teknologi canggih yang digunakan membuat faktor biaya produksi semakin rendah. Namun, PLC juga memiliki kelemahan, karena pengaplikasiannya lebih cocok pada produk yang menggantungkan pada kemajuan teknologi, selain itu tidak semua produk dapat digolongkan ke dalam tahapan pendewasaan tersebut dan lebih cocok pada produk yang diproduksi secara masal (Vernon, 1966 : 165).
Kemudian muncul beberapa pertanyaan dari para penstudi, seperti Paul Krugman dan Michael Porter yang menekankan pentingnya persaingan global. Mereka melihat bahwa pasar harus dinamis sehingga dapat semakin berkembang, hal itu tentu saja menandai interaksi yang lebih luas lagi bukan hanya antar negara namun masyarakat internasional. Sehingga muncullah teori strategi perdagangan, seperti contohnya Competitive Advantage oleh Michael Porter. Teori ini menjadikan pemerintah dan swasta saling bekerja sama untuk mencapai satu tujuan yaitu, menjadikan produk dalam negeri dapat bersaing aktif dengan produk luar negeri. Teori ekonomi Pembangunan juga termasuk dalam teori modern. Dalam teori ini, dijelaskan bahwa pembangunan ekonomi suatu negara dibutuhkan agar pertumbuhan ekonomi tercipta. Untuk mencapai pembangunan tersebu, maka harus ikut dalam ekonomi dunia.
            Semua teori tersebut, menegaskan bahwa perdagangan mendorong manusia untuk melakukan ekspansi ke luar negaranya (investasi), dengan melakukan investasi maka perekonomian secara dinamis mampu menciptakan keadaan yang kompetitif dan selanjutnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi pula. Pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi pembangunan ekonomi suatu negara pula. Seperti yang dikatakan Rostow, bahwa terdapat lima level dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu level masyarakat tradisional, prakondisi lepas landas, lepas landas, menuju kepada kedewasaan dan era konsumsi masa tinggi. Untuk mencapai level tertinggi dibutuhkan modal, teknologi dan tenaga kerja yang berkualitas pula. Maka dari itu, penting bagi suatu negara untuk memajukan pendidikannya, karena hal itu akan berdampak besar pada pembangunan negara tersebut. Tetapi selain itu stabilitas keuangan suatu negara juga harus mendapat perhatian, karena perekonomian berhubungan erat dengan keuangan. Investasi besar yang dilakukan oleh negara lain belum tentu memberikan keuntungan besar pula, contohnya MNCs yang semakin meraja di Indonesia, bisnis tersebut memberikan keuntungan bagi Indonesia namun tidak sebanding dengan keuntungan yang dimiliki oleh negara asalnya. Maka dari itu, Cina misalnya, sangat ketat dalam seleksi investasi yang masuk ke negaranya. Ia memberlakukan perjanjian-perjanjian yang dirasa menguntungkan kedua belah pihak. Seperti dengan Ford yang diminta untuk melakukan joint venture, hal ini termasuk dalam salah satu strategi perdagangan yang kompetitif dalam persaingan global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar