Sama halnya dengan ekonomi internasional, bisnis internasional juga memiliki teori-teori yang mendasari eksistensinya. Teori-teori ini muncul sejak lama dan disebabkan oleh banyak faktor, seperti semakin kuatnya negara-negara bangsa, dan hal itu mempengaruhi juga sistem perdagangan internasional. Setiap negara pasti melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya, maka dari itu muncullah teori-teori yang berdasarkan pada fenomena nyata tersebut. Teori-teori yang sejak lama telah muncul yaitu merkantilisme, teori klasik dan comparative advantage (Ajami, 2006 : 50).
Merkantilisme, seperti yang
kita tahu mendukung ekspor sebesar-besarnya dan memperkecil impor.
Penganut merkantilisme menganggap dengan ekspor sebesar-besarnya maka
keuntungan juga semakin besar. Hal itu menyebabkan terjadinya monopoli
dan monopoli sepenuhnya dari pemerintah. Rakyat terutama yang menjadi
koloni pada masa itu merasa tersiksa, karena mereka harus memenuhi
permintaan pemerintah untuk melakukan produksi sebanyak-banyaknya, dan
nantinya mereka sendiri juga ikut mengkonsumsi. Selanjutnya teori
klasik, yang berkaitan dengan absolute advantage. Teori ini
muncul bertepatan dengan revolusi Amerika, revolusi industri dan
revolusi Perancis. Teori ini yang mendukung kebebasan dalam bisnis dan
perdagangan (Ajami, 2006 : 48). Smith percaya bahwa politik dan pasar
harusnya terpisah, karena ada invisible hand. Sehingga pasar akan mencapai equilibrium dengan sendirinya. Namun ternyata pernyataan ini tidak mampu menjawab Great Depression yang terjadi. Kemudian Comparative Advantage, dimana suatu negara memilih salah satu produks yang efisen untuk diproduksi.
Teori-teori awal tersebut
semakin lama semakin tidak relevan dengan perekonomian internasional
saat ini, karena adanya beberapa kelemahan seperti yang diungkapkan oleh
Ajami (2006, 50), yaitu adanya pengetahuan yang sempurna mengenai pasar
internasional dan peluang, perpindahan penuh pekerja dan faktor
produksi ke luar negara dan padat karya di setiap negara. Selain itu,
setiap negara beranggapan bahwa tujuan mereka adalah efisiensi produksi
penuh. Ajami juga menambahkan, bahwa teori-teori yang ada hanya
memberikan situasi perdagangan antara dua negara saja, padahal
kenyataannya, banyak negara yang turut serta dalam perdagangan
internasional, sehingga teori tersebut tidak bisa dinamis. Kemudian,
kelemahan lain yang sebenarnya memiliki dampak yang lebih signifikan
adalah para ahli teori ini tidak memperhitungkan faktor produksi selain
pekerja, seharusnya menjadi pertimbangan dalam efisiensi produksi.
Hal-hal tersebut kemudian mendukung munculnya teori-teori yang lebih
modern (Ajami, 2006 : 50)
Termasuk dalam teori-teori modern, yaitu International Product Life Cycle (PLC) dan
teori Ekonomi Pembangunan. PLC lebih menekankan intrinsik suatu produk,
maka tidak heran bila teori ini selalu mengutamakan inovasi. Menurut
Vernon (1966 : 163), untuk menghasilkan produk yang baru dan bermanfaat
dalam inovasinya, maka dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang
berkualitas. Terdapat tiga tahapan dalam PLC yang menjadikan produk
tersebut menuju kedewasaannya, yaitu ditemukannya produk baru oleh
negara penemu ataupun negara maju, kemudian tahap kedewasaan produk oleh
negara-negara berkembang biasanya, dan tahap terakhir yaitu
standarisasi produk oleh negara penemu produk (Vernon, 1966 : 164).
PLC berdampak pada semakin gencarnya
investasi internasional, karena negara-negara penemu produk inovatif
tersebut, memiliki keinginan untuk melebarkan pasarnya secara global,
selain itu teknologi canggih yang digunakan membuat faktor biaya
produksi semakin rendah. Namun, PLC juga memiliki kelemahan, karena
pengaplikasiannya lebih cocok pada produk yang menggantungkan pada
kemajuan teknologi, selain itu tidak semua produk dapat digolongkan ke
dalam tahapan pendewasaan tersebut dan lebih cocok pada produk yang
diproduksi secara masal (Vernon, 1966 : 165).
Kemudian muncul beberapa pertanyaan dari
para penstudi, seperti Paul Krugman dan Michael Porter yang menekankan
pentingnya persaingan global. Mereka melihat bahwa pasar harus dinamis
sehingga dapat semakin berkembang, hal itu tentu saja menandai interaksi
yang lebih luas lagi bukan hanya antar negara namun masyarakat
internasional. Sehingga muncullah teori strategi perdagangan, seperti
contohnya Competitive Advantage oleh Michael Porter. Teori ini
menjadikan pemerintah dan swasta saling bekerja sama untuk mencapai satu
tujuan yaitu, menjadikan produk dalam negeri dapat bersaing aktif
dengan produk luar negeri. Teori ekonomi Pembangunan juga termasuk dalam
teori modern. Dalam teori ini, dijelaskan bahwa pembangunan ekonomi
suatu negara dibutuhkan agar pertumbuhan ekonomi tercipta. Untuk
mencapai pembangunan tersebu, maka harus ikut dalam ekonomi dunia.
Semua teori tersebut,
menegaskan bahwa perdagangan mendorong manusia untuk melakukan ekspansi
ke luar negaranya (investasi), dengan melakukan investasi maka
perekonomian secara dinamis mampu menciptakan keadaan yang kompetitif
dan selanjutnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi pula. Pertumbuhan
ekonomi akan mempengaruhi pembangunan ekonomi suatu negara pula. Seperti
yang dikatakan Rostow, bahwa terdapat lima level dalam pertumbuhan
ekonomi, yaitu level masyarakat tradisional, prakondisi lepas landas,
lepas landas, menuju kepada kedewasaan dan era konsumsi masa tinggi.
Untuk mencapai level tertinggi dibutuhkan modal, teknologi dan tenaga
kerja yang berkualitas pula. Maka dari itu, penting bagi suatu negara
untuk memajukan pendidikannya, karena hal itu akan berdampak besar pada
pembangunan negara tersebut. Tetapi selain itu stabilitas keuangan suatu
negara juga harus mendapat perhatian, karena perekonomian berhubungan
erat dengan keuangan. Investasi besar yang dilakukan oleh negara lain
belum tentu memberikan keuntungan besar pula, contohnya MNCs yang
semakin meraja di Indonesia, bisnis tersebut memberikan keuntungan bagi
Indonesia namun tidak sebanding dengan keuntungan yang dimiliki oleh
negara asalnya. Maka dari itu, Cina misalnya, sangat ketat dalam seleksi
investasi yang masuk ke negaranya. Ia memberlakukan
perjanjian-perjanjian yang dirasa menguntungkan kedua belah pihak.
Seperti dengan Ford yang diminta untuk melakukan joint venture, hal ini termasuk dalam salah satu strategi perdagangan yang kompetitif dalam persaingan global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar